Sulut, sulutexpress.com-Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Provinsi Sulawesi Utara Jemmy Kumendong bersama tim gabungan komisi I dan II DPRD Sulut dipimpin ketua Komisi I Ferdinand Mewengkang didampingi anggota komisi I James Tuuk, Eva sarundajang, Netty Pantou serta Dinas Kehutanan yang diwakili Sekretaris Dinas Kehutanan Sulut J Hutagaol, Camat Tomohon Utara, dan Lurah Tinoor I dan II turun langsung meninjau lokasi hutan Tinoor guna memantau sejauh mana aktifitas warga yang melakukan penambangan batu terkait permasalahan perusakan hutan dengan hutan produksi di wilayah kepolisian Tinoor yang diduga dilakukan oleh oknum pengusaha warga Desa Warembungan Berty Sumalata kian meresahkan warga setempat, , Rabu (09/08) siang.
Hal tersebut bahkan sempat menimbulkan perselisihan antara warga Tinoor dan Warembungan beberapa waktu lalu yang berakibat pada pembakaran serta pengancaman oleh sejumlah oknum yang diduga suruhan oknum pengusaha tersebut.
Beberapa waktu lalu sejumlah masyarakat Kelurahan Tinoor Kecamatan Tomohon Utara mendatangi DPRD Sulut guna mengadukan persoalan tersebut agar membantu memfasilitasi serta mencari solusi untuk mengatasi persoalan yang bisa mengancam kelangsungan hidup hutan yang menjadi resapan air bagi kebutuhan masyarakat.Setelah menempuh perjalanan sekitar 5 kilometer ke dalam hutan, tim menemukan kendaraan truk yang mengangkut material batu maupun warga yang sementara melakukan aktifitas penambangan.
Kepala Biro pemerintahan Pemprov Sulut Jemy Kumendong menuturkan bahwa peran pemerintah terkait permasalahan yang terjadi antara warga Kelurahan Tinoor dan Desa Warembungan.
Pihaknya dalam hal ini Pemprov Sulut akan melakukan penelusuran lebih mendalam untuk memperjelas dimana titik-titik koordinat serta batas kedudukan antara Desa Warembungan dan Kelurahan Tinoor tersebut.
“ Kami akan telusuri lagi wilayah hutan ini masuk daerah mana apakah Tomohon atau Minahasa. Namun dari hasil penelusuran GPS aktifitas penambangan ini sudah masuk kurang lebih 300 meter ke dalam hutan produksi berarti sudah bisa dikategorikan sebagai perambah hutan. Tentunya kalau sudah dikategorikan perambah hutan tentu ada konsekwensi hukum,” jelas Kumendong.
Pernyataan Kumendong dipertegas Sekretaris Dinas Kehutanan Sulut J Hutagaol yang menyebut aktifitas penambangan telah berada di kawasan Hutan Produktif yang seharusnya wajib dilindungi karena menurut dia, setiap ada aktifitas yang ada di dalam hutan produktif wajib memiliki ijin yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan RI.
“Untuk mendapatkan ijin tersebut harus melalui proses yang ketat melalui Gubernur kemudian mendapatkan ijin penggunaan hutan dari Kementerian. Kami akan cek apakah mereka memiliki ijin atau tidak,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi 1 Ferdinand Mewengkang menuturkan kunjungan tersebut untuk menindak lanjuti laporaan masyarakat dan Pemerintah Keluraahan Tinoor yang disinyalir telah ada perambahan hutan di wilayah tersebut.
“Kunjungan tim komisi I dan II bersama instansi terkait ke lokasi hutan produktif yang ada di wilayah kepolisian Tinoor merupakan tindak lanjut dari keluhan warga Kelurahan Tinoor kepada kami bahwa disinyalir telah ada aktifitas perusakan hutan yang dilakukan justru bukan oleh penduduk setempat tapi dilakukan sejumlah warga Warembungan sekaligus juga kami ingin memastikan apakah aktifitas yang dilakukan warga sudah masuk kawasaan hutan produksi atau memang masih di lokasi tanah pasini,” tandas Mewengkang.
Disisi lain Mewengkang mengecam Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang tidak mengubrisi undangan DPRD dalam kunjungan lapangan tersebut.
“Catat ! saya sangat menyesalkan pihak BPN yang kurang memperhatikan undangan dari DPRD. Karena dari laporan yang ada di beberapa lokasi yang disampaikan warga, sudah ada sertifikat. Sebetulnya kami ingin tahu dari pihak BPN tapi nyatanya mereka tidak hadir,” tegas Mewengkang. (RFJS/TIM)